Source: Lampiran Surat Edaran
Bank Indonesia No.13/36/INTERN tanggal 25 Oktober 2011, Pedoman Pengawasan Bank
Berdasarkan Risiko untuk Tahapan Penilaian Risiko dan Tingkat Kesehatan Bank
(Risk Based Bank Rating), Handbook Penilaian Risiko Kredit
KONSEP
DASAR RISIKO KREDIT
Pada bagian ini diuraikan konsep dasar
risiko kredit untuk memudahkan pengawas bank
dalam menilai risiko kredit.
Konsep-konsep dasar risiko kredit tersebut meliputi sumber risiko
kredit dan keterkaitan risiko kredit
dengan risiko lainnya.
1. Sumber-sumber Risiko Kredit
Risiko kredit terdapat dalam hampir
seluruh penyediaan dana yang dilakukan bank. Beberapa
contoh portofolio aset yang mengandung
risiko kredit, antara lain sebagai berikut:
a. Kredit
Sesuai UU Perbankan, kredit
didefinisikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Bagi sebagian besar bank, kredit
merupakan porsi terbesar dalam komponen aset atau
neraca bank dan juga menjadi sumber
risiko kredit terbesar yang dapat berdampak
langsung kepada permodalan bank. Oleh
karena itu, pembahasan dalam handbook ini
akan menggunakan kredit sebagai
eksposur, dan dapat dijadikan acuan untuk jenis aset
lainnya.
b. Surat Berharga
Surat berharga secara umum
didefinisikan sebagai surat pengakuan utang, wesel, obligasi,
sekuritas kredit, atau setiap
derivatifnya, atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari
penerbit, dalam bentuk yang lazim
diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang.
Risiko kredit pada surat berharga
umumnya diindikasikan oleh peringkat (rating) surat
berharga tersebut. Semakin tinggi
peringkat surat berharga atau peringkat penerbit surat
berharga, akan semakin rendah risiko
kredit yang terkandung dalam surat berharga
tersebut.
c. Pembiayaan Non Cash Loan
Pada umumnya non cash loan diberikan untuk pembiayaan perdagangan
(trade
finance)
nasabah baik transaksi luar negeri
maupun domestik. Pembiayaan non cash loan merupakan
pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada nasabah dengan underlying transaction
dan melalui
dokumen-dokumen tertentu (misal: wesel, invoice,
promes, LC/SKBDN, trust
receipt, dokumen
pengapalan) yang membuktikan adanya transaksi perdagangan antara nasabah dengan
pihak ketiga.
Secara inheren, tingkat risiko kredit
dalam pembiayaan non
cash loan umumnya tinggi
karena transaksi yang kompleks dan
pemrosesan yang melibatkan pihak ketiga termasuk
juga pihak-pihak di luar negeri.
Risiko yang melekat dari transaksi non cash loan juga
mencakup risiko counterparty, country risk, risiko operasional, dan risiko pasar. Oleh
karena itu, bank yang memiliki
portofolio non
cash loan yang relatif
besar harus memiliki
mekanisme pengendalian risiko yang
komprehensif.
d. Penempatan InterBank ( Inter-Bank Call Money)
Inter-bank call money
adalah penanaman dana
bank pada bank lainnya dalam denominasi
rupiah atau valuta asing yang
dilakukan melalui pasar uang antar bank dan bersifat jangka
pendek. Inter-bank call money umumnya dilakukan sebagai bagian dari
pengelolaan
likuiditas.
Risiko kredit pada inter-bank call money
muncul akibat adanya
kemungkinan bank
counterparty tidak dapat melakukan pembayaran saat
jatuh tempo. Disamping itu, bank
kreditur juga menghadapi risiko pasar
baik yang berasal dari pergerakan suku bunga
maupun nilai tukar khususnya untuk
penempatan dalam valuta asing. Bagi bank
peminjam, risiko yang muncul adalah
risiko pasar dan risiko likuiditas akibat pelunasan
pinjaman berjangka pendek.
Risiko kredit pada penempatan inter-bank umumnya dimitigasi melalui penetapan limit
atas dasar tingkat risiko bank counterparty, misal atas dasar peringkat bank,
skala usaha,
atau kriteria lain yang ditetapkan
oleh manajemen bank.
Dalam perkembangan terkini, beberapa
bank melakukan modifikasi produk yang
mengandung risiko kredit, baik
modifikasi yang bersifat sederhana seperti penambahan
fitur tertentu maupun modifikasi yang
kompleks. Untuk itu, pengawas bank perlu
senantiasa memahami karakteristik
produk atau aktivitas bank agar dapat mengidentifikasi
sumber-sumber risiko kredit dan
mengukur signifikansi kontribusi produk atau aktivitas
tersebut terhadap neraca bank secara
keseluruhan.
2. Keterkaitan Risiko Kredit dengan
Risiko Lainnya
Bank menghadapi berbagai risiko dalam
penyediaan dana, yang tidak hanya berupa risiko
kredit, namun juga jenis risiko lain
yang terkait. Oleh karena itu, dalam melakukan
penyediaan dana, bank perlu memperhatikan
hubungan antara risiko kredit dengan risikorisiko
lainnya. Risiko kredit dapat
dipengaruhi atau dipicu oleh risiko lainnya seperti risiko pasar, risiko operasional, dan risiko
stratejik. Sementara itu, risiko kredit juga dapat berdampak terhadap risiko lain seperti
risiko likuiditas, risiko reputasi, risiko kepatuhan, dan risiko hukum.
Sebagai ilustrasi, beberapa risiko
yang terkait dengan risiko kredit adalah:
a. Risiko Pasar
Risiko pasar yang dapat mempengaruhi
risiko kredit antara lain adalah risiko suku bunga
( interest rate risk) dan risiko nilai tukar (foreign exchange
risk). Risiko suku bunga
adalah
risiko kerugian pada posisi keuangan
(neraca dan rekening administratif) akibat perubahan
suku bunga, sedangkan risiko nilai
tukar merupakan risiko kerugian pada neraca dan
rekening administratif yang disebabkan
oleh perubahan nilai tukar.
Risiko suku bunga antara lain akan
tergantung pada komposisi portofolio penyediaan dana
dan persyaratan pinjaman (seperti
jangka waktu, struktur bunga, dan opsi-opsi yang
melekat). Sebagai bagian dari proses
manajemen risiko, bank harus mengidentifikasi
debitur yang memiliki sensitivitas
tinggi terhadap perubahan suku bunga dan
mengembangkan strategi untuk
memitigasi risiko tersebut, termasuk secara periodik
melakukan stress testing, sehingga pergerakan suku bunga tidak
berdampak signifikan
terhadap peningkatan risiko kredit
dari suatu eksposur.
Risiko nilai tukar antara lain muncul
apabila kredit atau portofolio kredit diberikan dalam
mata uang asing atau dibiayai dari
pinjaman dengan mata uang berbeda. Risiko nilai tukar
dapat menjadi lebih intensif dengan
perubahan kondisi politik, sosial, dan ekonomi.
Dampaknya dapat menjadi negatif
apabila salah satu valuta yang ada termasuk dalam
kebijakan kontrol valuta yang sangat
ketat atau termasuk dalam fluktuasi nilai tukar yang
sangat lebar.
b. Risiko Operasional
Risiko kredit juga dapat dipengaruhi
oleh risiko operasional, yang dapat timbul antara lain
dari adanya kelemahan dalam sumber
daya manusia,
proses, maupun sistem yang terkait
dengan penyediaan dana. Kelemahan
dalam hal-hal tersebut dapat meningkatkan risiko
kredit dari suatu eksposur.
c. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)
Mengingat penyaluran kredit merupakan
penyediaan dana utama yang dilakukan bank,
maka pengelolaan kredit umumnya
merupakan bagian terbesar dalam manajemen
likuiditas bank. Untuk itu, manajemen
likuiditas yang efektif mempersyaratkan adanya
keterkaitan yang erat dan aliran
informasi yang memadai dengan fungsi penyaluran kredit.
Strategi likuiditas bank secara
menyeluruh harus mencakup identifikasi kredit atau
segmentasi portofolio kredit yang
dapat dengan segera dikonversi menjadi tunai (cash),
yang antara lain dipengaruhi oleh
kualitas, harga ( pricing),
jangka waktu, dan standar
pemberian kredit.
Likuiditas juga dipengaruhi oleh
jumlah komitmen bank untuk memberikan pinjaman dan
jumlah aktual yang ditarik oleh
debitur dari komitmen yang tersedia. Pemahaman atas
jenis komitmen, jumlah yang tersedia
untuk ditarik, jumlah yang normal digunakan, dan
jumlah yang sangat tinggi yang secara
historis pernah digunakan menjadi penting dalam
menilai apakah likuiditas yang
tersedia dapat memadai untuk situasi normal, seasonal,
atau kebutuhan mendadak (emergency needs).
d. Risiko Kepatuhan (Compliance Risk)
Aktivitas penyaluran kredit akan
terekspos pada risiko kepatuhan, mengingat terdapat
ketentuan dan batasan yang harus
dipenuhi bank terkait dengan aktivitas tersebut, seperti
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
kepada individual debitur dan kelompok
debitur. Penyaluran kredit oleh bank
dapat pula mempersyaratkan kewajiban debitur
untuk memperhatikan permasalahan
lingkungan. Oleh karena itu, aktivitas pengawasan
bank harus mencakup review proses kepatuhan internal bank untuk
memastikan bahwa
bank telah mengidentifikasi dan
mengevaluasi pemenuhan faktor kepatuhan dimaksud.
e. Risiko Stratejik (Strategic Risk)
Strategi atau keputusan taktis yang
tidak tepat dalam standar penyediaan dana,
pertumbuhan portofolio pinjaman, atau
produk baru dapat mempengaruhi kinerja bank
dan meningkatkan risiko kredit. Untuk
itu risiko dari bisnis dan jasa/produk yang
diterbitkan bank harus diperhatikan
dengan seksama dan diyakinkan bahwa bank telah
mengidentifikasi dan mengelola
risiko-risiko yang ada dengan memadai. Selama evaluasi
atas manajemen portofolio pinjaman,
perlu diyakinkan pula bahwa bank telah melakukan
analisis risiko stratejik secara
realistis.
f. Risiko Reputasi (Reputation Risk)
Permasalahan kredit yang dialami oleh
bank biasanya akan berdampak terhadap kinerja
bank yang dapat berdampak negatif
terhadap reputasi bank tersebut dimata investor,
masyarakat, dan bahkan dengan debitur
sendiri. Sistem penyediaan dana yang tidak
efisien dan adanya tuntutan hukum
kepada bank merupakan contoh dimana reputasi
bank dapat rusak karena permasalahan
dalam penyediaan dana. Risiko reputasi dapat
berdampak negatif terhadap kinerja
bank, antara lain melalui penurunan nilai saham
bank, berkurangnya dukungan nasabah
dan masyarakat, serta hilangnya peluang bisnis
bank.
g. Risiko Hukum
Penyediaan dana yang dilakukan oleh
bank juga dapat menyebabkan bank terekspos pada
risiko hukum yang dapat menimbulkan
kerugian. Misalnya kemungkinan tuntutan hukum
yang dihadapi karena penyediaan dana
kepada debitur yang melakukan pelanggaran
hukum, seperti perusakan lingkungan
hidup, atau peningkatan risiko kredit karena
kelemahan
dalam perjanjian penyediaan dana atau pengikatan agunan.
No comments:
Post a Comment