Monday, March 7, 2016

KONSEP DASAR RISIKO KREDIT

Source: Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.13/36/INTERN tanggal 25 Oktober 2011, Pedoman Pengawasan Bank Berdasarkan Risiko untuk Tahapan Penilaian Risiko dan Tingkat Kesehatan Bank (Risk Based Bank Rating), Handbook Penilaian Risiko Kredit


KONSEP DASAR RISIKO KREDIT

Pada bagian ini diuraikan konsep dasar risiko kredit untuk memudahkan pengawas bank
dalam menilai risiko kredit. Konsep-konsep dasar risiko kredit tersebut meliputi sumber risiko
kredit dan keterkaitan risiko kredit dengan risiko lainnya.

1. Sumber-sumber Risiko Kredit
Risiko kredit terdapat dalam hampir seluruh penyediaan dana yang dilakukan bank. Beberapa
contoh portofolio aset yang mengandung risiko kredit, antara lain sebagai berikut:

a. Kredit
Sesuai UU Perbankan, kredit didefinisikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Bagi sebagian besar bank, kredit merupakan porsi terbesar dalam komponen aset atau
neraca bank dan juga menjadi sumber risiko kredit terbesar yang dapat berdampak
langsung kepada permodalan bank. Oleh karena itu, pembahasan dalam handbook ini
akan menggunakan kredit sebagai eksposur, dan dapat dijadikan acuan untuk jenis aset
lainnya.

b. Surat Berharga
Surat berharga secara umum didefinisikan sebagai surat pengakuan utang, wesel, obligasi,
sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari
penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang.
Risiko kredit pada surat berharga umumnya diindikasikan oleh peringkat (rating) surat
berharga tersebut. Semakin tinggi peringkat surat berharga atau peringkat penerbit surat
berharga, akan semakin rendah risiko kredit yang terkandung dalam surat berharga
tersebut.

c. Pembiayaan Non Cash Loan
Pada umumnya non cash loan diberikan untuk pembiayaan perdagangan (trade finance)
nasabah baik transaksi luar negeri maupun domestik. Pembiayaan non cash loan merupakan pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada nasabah dengan underlying transaction dan melalui dokumen-dokumen tertentu (misal: wesel, invoice, promes, LC/SKBDN, trust receipt, dokumen pengapalan) yang membuktikan adanya transaksi perdagangan antara nasabah dengan pihak ketiga.

Secara inheren, tingkat risiko kredit dalam pembiayaan non cash loan umumnya tinggi
karena transaksi yang kompleks dan pemrosesan yang melibatkan pihak ketiga termasuk
juga pihak-pihak di luar negeri. Risiko yang melekat dari transaksi non cash loan juga
mencakup risiko counterparty, country risk, risiko operasional, dan risiko pasar. Oleh
karena itu, bank yang memiliki portofolio non cash loan yang relatif besar harus memiliki
mekanisme pengendalian risiko yang komprehensif.

d. Penempatan InterBank ( Inter-Bank Call Money)
Inter-bank call money adalah penanaman dana bank pada bank lainnya dalam denominasi
rupiah atau valuta asing yang dilakukan melalui pasar uang antar bank dan bersifat jangka
pendek. Inter-bank call money umumnya dilakukan sebagai bagian dari pengelolaan
likuiditas.

Risiko kredit pada inter-bank call money muncul akibat adanya kemungkinan bank
counterparty tidak dapat melakukan pembayaran saat jatuh tempo. Disamping itu, bank
kreditur juga menghadapi risiko pasar baik yang berasal dari pergerakan suku bunga
maupun nilai tukar khususnya untuk penempatan dalam valuta asing. Bagi bank
peminjam, risiko yang muncul adalah risiko pasar dan risiko likuiditas akibat pelunasan
pinjaman berjangka pendek.

Risiko kredit pada penempatan inter-bank umumnya dimitigasi melalui penetapan limit
atas dasar tingkat risiko bank counterparty, misal atas dasar peringkat bank, skala usaha,
atau kriteria lain yang ditetapkan oleh manajemen bank.
Dalam perkembangan terkini, beberapa bank melakukan modifikasi produk yang
mengandung risiko kredit, baik modifikasi yang bersifat sederhana seperti penambahan
fitur tertentu maupun modifikasi yang kompleks. Untuk itu, pengawas bank perlu
senantiasa memahami karakteristik produk atau aktivitas bank agar dapat mengidentifikasi
sumber-sumber risiko kredit dan mengukur signifikansi kontribusi produk atau aktivitas
tersebut terhadap neraca bank secara keseluruhan.

2. Keterkaitan Risiko Kredit dengan Risiko Lainnya
Bank menghadapi berbagai risiko dalam penyediaan dana, yang tidak hanya berupa risiko
kredit, namun juga jenis risiko lain yang terkait. Oleh karena itu, dalam melakukan
penyediaan dana, bank perlu memperhatikan hubungan antara risiko kredit dengan risikorisiko
lainnya. Risiko kredit dapat dipengaruhi atau dipicu oleh risiko lainnya seperti risiko pasar, risiko operasional, dan risiko stratejik. Sementara itu, risiko kredit juga dapat berdampak terhadap risiko lain seperti risiko likuiditas, risiko reputasi, risiko kepatuhan, dan risiko hukum.

Sebagai ilustrasi, beberapa risiko yang terkait dengan risiko kredit adalah:
a. Risiko Pasar
Risiko pasar yang dapat mempengaruhi risiko kredit antara lain adalah risiko suku bunga
( interest rate risk) dan risiko nilai tukar (foreign exchange risk). Risiko suku bunga adalah
risiko kerugian pada posisi keuangan (neraca dan rekening administratif) akibat perubahan
suku bunga, sedangkan risiko nilai tukar merupakan risiko kerugian pada neraca dan
rekening administratif yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar.

Risiko suku bunga antara lain akan tergantung pada komposisi portofolio penyediaan dana
dan persyaratan pinjaman (seperti jangka waktu, struktur bunga, dan opsi-opsi yang
melekat). Sebagai bagian dari proses manajemen risiko, bank harus mengidentifikasi
debitur yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap perubahan suku bunga dan
mengembangkan strategi untuk memitigasi risiko tersebut, termasuk secara periodik
melakukan stress testing, sehingga pergerakan suku bunga tidak berdampak signifikan
terhadap peningkatan risiko kredit dari suatu eksposur.

Risiko nilai tukar antara lain muncul apabila kredit atau portofolio kredit diberikan dalam
mata uang asing atau dibiayai dari pinjaman dengan mata uang berbeda. Risiko nilai tukar
dapat menjadi lebih intensif dengan perubahan kondisi politik, sosial, dan ekonomi.
Dampaknya dapat menjadi negatif apabila salah satu valuta yang ada termasuk dalam
kebijakan kontrol valuta yang sangat ketat atau termasuk dalam fluktuasi nilai tukar yang
sangat lebar.

b. Risiko Operasional
Risiko kredit juga dapat dipengaruhi oleh risiko operasional, yang dapat timbul antara lain
dari adanya kelemahan dalam sumber daya manusia, proses, maupun sistem yang terkait
dengan penyediaan dana. Kelemahan dalam hal-hal tersebut dapat meningkatkan risiko
kredit dari suatu eksposur.

c. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)
Mengingat penyaluran kredit merupakan penyediaan dana utama yang dilakukan bank,
maka pengelolaan kredit umumnya merupakan bagian terbesar dalam manajemen
likuiditas bank. Untuk itu, manajemen likuiditas yang efektif mempersyaratkan adanya
keterkaitan yang erat dan aliran informasi yang memadai dengan fungsi penyaluran kredit.
Strategi likuiditas bank secara menyeluruh harus mencakup identifikasi kredit atau
segmentasi portofolio kredit yang dapat dengan segera dikonversi menjadi tunai (cash),
yang antara lain dipengaruhi oleh kualitas, harga ( pricing), jangka waktu, dan standar
pemberian kredit.

Likuiditas juga dipengaruhi oleh jumlah komitmen bank untuk memberikan pinjaman dan
jumlah aktual yang ditarik oleh debitur dari komitmen yang tersedia. Pemahaman atas
jenis komitmen, jumlah yang tersedia untuk ditarik, jumlah yang normal digunakan, dan
jumlah yang sangat tinggi yang secara historis pernah digunakan menjadi penting dalam
menilai apakah likuiditas yang tersedia dapat memadai untuk situasi normal, seasonal,
atau kebutuhan mendadak (emergency needs).

d. Risiko Kepatuhan (Compliance Risk)
Aktivitas penyaluran kredit akan terekspos pada risiko kepatuhan, mengingat terdapat
ketentuan dan batasan yang harus dipenuhi bank terkait dengan aktivitas tersebut, seperti
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) kepada individual debitur dan kelompok
debitur. Penyaluran kredit oleh bank dapat pula mempersyaratkan kewajiban debitur
untuk memperhatikan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, aktivitas pengawasan
bank harus mencakup review proses kepatuhan internal bank untuk memastikan bahwa
bank telah mengidentifikasi dan mengevaluasi pemenuhan faktor kepatuhan dimaksud.

e. Risiko Stratejik (Strategic Risk)
Strategi atau keputusan taktis yang tidak tepat dalam standar penyediaan dana,
pertumbuhan portofolio pinjaman, atau produk baru dapat mempengaruhi kinerja bank
dan meningkatkan risiko kredit. Untuk itu risiko dari bisnis dan jasa/produk yang
diterbitkan bank harus diperhatikan dengan seksama dan diyakinkan bahwa bank telah
mengidentifikasi dan mengelola risiko-risiko yang ada dengan memadai. Selama evaluasi
atas manajemen portofolio pinjaman, perlu diyakinkan pula bahwa bank telah melakukan
analisis risiko stratejik secara realistis.

f. Risiko Reputasi (Reputation Risk)
Permasalahan kredit yang dialami oleh bank biasanya akan berdampak terhadap kinerja
bank yang dapat berdampak negatif terhadap reputasi bank tersebut dimata investor,
masyarakat, dan bahkan dengan debitur sendiri. Sistem penyediaan dana yang tidak
efisien dan adanya tuntutan hukum kepada bank merupakan contoh dimana reputasi
bank dapat rusak karena permasalahan dalam penyediaan dana. Risiko reputasi dapat
berdampak negatif terhadap kinerja bank, antara lain melalui penurunan nilai saham
bank, berkurangnya dukungan nasabah dan masyarakat, serta hilangnya peluang bisnis
bank.

g. Risiko Hukum
Penyediaan dana yang dilakukan oleh bank juga dapat menyebabkan bank terekspos pada
risiko hukum yang dapat menimbulkan kerugian. Misalnya kemungkinan tuntutan hukum
yang dihadapi karena penyediaan dana kepada debitur yang melakukan pelanggaran
hukum, seperti perusakan lingkungan hidup, atau peningkatan risiko kredit karena

kelemahan dalam perjanjian penyediaan dana atau pengikatan agunan.