Monday, December 14, 2015

Penilaian Kesehatan Bank (RBBR)

(Source: (Source:UU No. 13 tahun 1968  yang telah diubah dengan UU No. 23 tahun 1999 dan UU No. 21 Th 2011 Tentang OJK)

Sistem Pengawasan Bank:
1.  Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision atau CBS)

Menekankan pemantauan kepatuhan (compliance) bank untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian.

2.  Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision atau RBS)
Merupakan pendekatan pengawasan yang berorientasi ke depan (forward looking). Pengawasan/pemeriksaan suatu bank difokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk) pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control system). Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank. 

 RBS adalah pengawasan yang terfokus kepada evaluasi risiko, identifikasi permasalahan yang secara material mempengaruhi kondisi bank baik saat ini maupun yang akan datang dan tindakan serta rencana bank mengantisipasi permasalahan dan potensi permasalahan sebelum masalah tersebut berpengaruh kepada tingkat kesehatan bank (future orientation and pre-emptive approach).
  • RBS merupakan serangkaian tahapan yang memuat teknik dan prosedur untuk mengawasi/memeriksa suatu bank dengan memfokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent risks) pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control systems), yang bertujuan a.l. untuk:
  Memfokuskan kepada aktivitas fungsional bank yang mengandung risiko tinggi;
   Memungkinkan pencegahan terhadap terjadinya permasalahan pada bisnis dan elemen penunjang kegiatan operasional bank yang teridentifikasi memiliki risiko tinggi;

Untuk menjaga dan mendorong perbankan tumbuh sehat dan berkesinambungan, penerapan pola pengawasan berdasarkan risiko (Risk Based Supervision) yang berlaku secara internasional: 
ü  Berorientasi ke depan (forward looking).
ü Fokus pada risiko-risiko yang ada atau melekat (inherent risk) pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control system).
ü Memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank.
Pola RBS (risk based supervision) yang diterapkan pemerintah saat ini tidak mengesampingkan pengawasan kepatuhan Bank terhadap ketentuan (compliance).

Sejak 1 Januari 2012 à Tingkat Kesehatan Bank disebut sebagai Risk Based Bank Rating (RBBR)
üDilakukan penggabungan antara pengawasan berdasarkan compliance/kepatuhan (CAMEL Rating atau Capital Assets Management Earnings Liquidity) dengan RBS.
ü  Faktor Penilaian yang digunakan (merupakan gabungan antara RBS dan Compliance):
1)    Profil Risiko >> konsep dari RBS
2)    Good Corporate Governance >> konsep dari RBS
3)    Rentabilitas >> konsep dari compliance based
4)    Modal >> konsep dari compliance based

Penilaian Profil Risiko à didasarkan pada penilaian atas 8 jenis risiko yang ada pada Bank

1. Risiko Kredit: Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya

2. Risiko Pasar: Risiko yang timbul krn adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yg dapat merugikan bank. Variabel pasar a.l. suku bunga dan nilai tukar.

3. Risiko Likuiditas: Risiko yg a.l. disebabkan Bank tidak mampu memenuhi kewajiban yg telah jatuh tempo.

4. Risiko Operasional: Risiko yg antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yg mempengaruhi operasional bank.

5. Risiko Hukum: Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis, a.l. disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhi syarat sahnya kontra.

6. Risiko Reputasi : Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dg kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank

7. Risiko Stratejik: Risiko yang antara lain disebabkan penetapan dan pelaksanaan strategi dan/atau pengambilan keputusan bisnis yg tidak tepat atau kurang reponsifnya bank terhadap perubahan eksternal.

8. Risiko Kepatuhan: Risiko yg disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.




 Faktor Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Risiko:


  1. Peringkat komposit tingkat kesehatan ditetapkan berdasarkan hasil analisis peringkat 4 (empat) faktor.
  2. Penilaian 4 (empat) faktor yang mencakup profil risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG), rentabilitas (earnings), dan permodalan (capital),  dilakukan melalui analisis yang komprehensif dan terstruktur yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari masing-masing faktor.

Thursday, December 10, 2015

PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA

(Source:UU No. 13 tahun 1968  yang telah diubah dengan UU No. 23 tahun 1999 dan UU No. 21 Th 2011 Tentang OJK)


Pengawasan Bank sblm 31 Des 2013 dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), berdasarkan: UU No. 13 tahun 1968  yang telah diubah dengan UU No. 23 tahun 1999.

Pasal 8
Bank Indonesia mempunyai tugas sbb:
  • Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
  • Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
  • Mengatur & mengawasi Bank.


Pasal 7
Bank Indonesia mempunyai fungsi untuk MENCAPAI  & MEMELIHARA KESTABILAN NILAI RUPIAH

Sesuai UU OJK (UU No. 21 Th 2011 Tentang OJK), fungsi pengawasan Bank akan dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 1 Januari 2014.

UU No. 21 Th 2011 Tentang OJK

Pasal 4
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
  • terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
  • mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;
  • mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.


Pasal 5
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.

Pasal 6
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
  • kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
  • kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
  • kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga    Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

 Pasal  7
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang:
  • pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank , yang meliputi:

    1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
    2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;


  • pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

    1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
    2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
    3. sistem informasi debitur;
    4. pengujian kredit (credit testing); dan
    5. standar akuntansi bank;


  • pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:

    1. manajemen risiko;
    2. tata kelola bank;
    3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
    4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan

  • pemeriksaan bank


Pasal  8
Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
  • menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
  • menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  • menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
  • menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
  • menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
  • menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
  • menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
  • menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
  • menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Pasal  9
Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
  • menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
  • mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
  • melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  • memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
  • melakukan penunjukan pengelola statuter;
  • menetapkan penggunaan pengelola statuter;
  • menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
  • memberikan dan/atau mencabut:

    1. izin usaha;
    2. izin orang perseorangan;
    3. efektifnya pernyataan pendaftaran;
    4. surat tanda terdaftar;
    5. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
    6. pengesahan;
    7. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
    8. penetapan lain,

sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Monday, December 7, 2015

Risiko Likuiditas

(source:Penilaian Risiko Likuiditas dan www.mediabpr.com)

RISIKO LIKUIDITAS:
Risiko Likuiditas atau liquidity risk adalah risiko bank tidak memiliki uang tunai atau aktiva jangka pendek yang dapat diuangkan segera dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan deposan atau debitur; risiko ini terjadi sebagai akibat kegagalan pengelolaan antara sumber dana dan penanaman dana (mismatch) atau kekurangan likuiditas/dana (shortage) yang mengakibatkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban keuangan mereka pada waktu yang telah ditetapkan.

Risiko Likuiditas terbagi menjadi 2 macam:
       Funding Liquidity Risk
Ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dengan sumber pendanaan dari arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas keuangan.

       Market Liquidity Risk
Ketidakmampuan bank melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material karena tidak adanya pasar aktif atau adanya gangguan pasar (market disruption) yang signifikan. Risiko ini disebut sebagai risiko likuiditas pasar (market liquidity risk).


Sumber-Sumber Risiko  Likuiditas Bank – Eksternal:



 Sumber-Sumber Risiko Likuiditas Bank – Internal:


 Aset likuid : aset yang dapat diubah dengan mudah, cepat, dan dengan biaya wajar menjadi kas

Faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas:


Risiko-Risiko yang ada terkait Likuiditas suatu Bank:

Wednesday, December 2, 2015

PERHITUNGAN RASIO KEUANGAN BANK

(Source: LAMPIRAN 14 SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 13/30/DPNP TANGGAL 16 DESEMBER 2011 PERIHAL PERUBAHAN KETIGA ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 3/30/DPNP TANGGAL 14 DESEMBER 2001 PERIHAL LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI TRIWULAN DAN BULANAN BANK UMUM SERTA LAPORAN TERTENTU YANG DISAMPAIKAN KEPADA BANK INDONESIA

Rasio Kinerja
Adapun Rasio atas kinerja bank dapat dikategorikan lebih rinci dan akan dijelaskan pada postingan yang lain.
1.  Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) atau Capital Adequacy Ratio (CAR)


·  Perhitungan Modal dan Aset Tertimbang Menurut Risiko dilakukan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban penyediaan modal minimum.
·      Perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dan Risiko Pasar didasarkan pada nilai tercatat aset dalam neraca (setelah dikurangi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai/CKPN).

2.  Aset produktif bermasalah dan aset non produktif bermasalah terhadap total aset produktif dan aset non produktif.
  • Cakupan komponen dan kualitas aset produktif dan aset non produktif sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset bank umum.
  • Aset produktif bermasalah dan aset non produktif bermasalah adalah aset dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet.
  • Aset produktif bermasalah dan aset non produktif bermasalah dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca, secara gross (sebelum dikurangi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai/CKPN).
  • Total aset produktif dan total aset non produktif dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca, secara gross (sebelum dikurangi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai/CKPN).
  • Angka dihitung per posisi (tidak disetahunkan).

3. Aset produktif bermasalah terhadap total aset produktif

  • Cakupan komponen dan kualitas aset produktif sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset bank umum.
  • Aset produktif bermasalah adalah aset produktif dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet.
  •  Aset produktif bermasalah dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca, secara gross (sebelum dikurangi CKPN).
  • Total aset produktif dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca, secara gross (sebelum dikurangi CKPN).
  • Angka dihitung per posisi (tidak disetahunkan).


4. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) aset keuangan terhadap aset produktif


  • CKPN adalah cadangan yang wajib dibentuk Bank sesuai ketentuan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) mengenai Instrumen Keuangan dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI), yang mencakup CKPN individual dan CKPN kolektif.
  • Cakupan komponen aset produktif sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset bank umum.
  • Total aset produktif dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca sebelum dikurangi CKPN.
  • Angka dihitung per posisi (tidak disetahunkan).
 5. NPL (Non Performing Loan) gross
  • Kredit adalah kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset bank umum.
  • Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet.
  • Kredit bermasalah dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca, secara gross (sebelum dikurangi CKPN).
  • Total kredit dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca, secara gross (sebelum dikurangi CKPN).
  • Angka dihitung per posisi (tidak disetahunkan).
6. NPL net
  • Kredit adalah kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset bank umum.
  • Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet.
  • Kredit bermasalah dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca.
  • CKPN kredit adalah cadangan yang wajib dibentuk Bank sesuai ketentuan dalam PSAK mengenai Instrumen Keuangan dan PAPI, yang mencakup CKPN kredit secara individual dan kolektif.
  • Total kredit dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca, secara gross (sebelum dikurangi CKPN).
  • Angka dihitung per posisi (tidak disetahunkan).

7. ROA (Return On Assets)
  • Yang dimaksud laba sebelum pajak adalah laba tahun berjalan sebelum pajak.
  • Contoh perhitungan laba sebelum pajak disetahunkan:
           Untuk posisi Juni:
(akumulasi laba per posisi Juni dibagi 6) x 12

     Contoh Perhitungan Rata-rata total aset:
Untuk posisi Juni:
(penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni) dibagi 6

8. ROE ( Return On Equity)

• Yang dimaksud laba setelah pajak adalah laba bersih tahun berjalan setelah pajak.
     Penghitungan laba setelah pajak disetahunkan.
Contoh:
Untuk posisi Juni:
(akumulasi laba per posisi Juni dibagi 6) x 12
•   Rata-rata ekuitas: rata-rata modal inti (tier 1)
Contoh:
Untuk posisi Juni:
(penjumlahan modal inti Januari sampai dengan Juni) dibagi 6
     Perhitungan modal inti dilakukan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban penyediaan modal minimum.
9. NIM (Net Interest Margin)

     Pendapatan bunga bersih:
Pendapatan bunga – beban bunga
     Pendapatan bunga bersih disetahunkan.
Contoh:
Untuk posisi Juni:
(akumulasi pendapatan bunga bersih per posisi Juni dibagi 6) x 12
10. BOPO (Beban operasional terhadap pendapatan operasional)

  •  Angka dihitung per posisi (tidak disetahunkan).


11. LDR (Kredit terhadap dana pihak ketiga)

     Kredit adalah kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset bank umum.
     Dana pihak ketiga mencakup giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk antar bank).
     Adapun LDR telah menjadi LFR (Loan to Funding Ratio) dengan penjelasan lebih lanjut pada postingan yang lain.

Kepatuhan (Compliance)
1. a. Persentase Pelanggaran BMPK
a.1. Pihak Terkait
a.2. Pihak Tidak Terkait
b. Persentase Pelampauan BMPK
b.1. Pihak Terkait
b.2. Pihak Tidak Terkait
2. Giro Wajib Minimum (GWM)
a. GWM Rupiah-Primer
    b. GWM valuta asing

3. Posisi Devisa Neto (PDN) secara

Perhitungan pelanggaran dan pelampauan BMPK dilakukan sesuai ketentuan BMPK yang berlaku.
Perhitungan persentase GWM Rupiah-Primer dan GWM Valuta Asing pada posisi laporan dilakukan sesuai ketentuan GWM yang berlaku.
Keseluruhan Perhitungan persentase PDN pada posisi laporan dilakukan sesuai ketentuan PDN yang berlaku.


Adapun penjelasan mengenai ketentuan BMPK, GWM, dan PDN tersebut akan dijelaskan pada postingan yang lain.

Friday, November 27, 2015

Penjelasan/Definisi atas Pos-Pos pada Laporan Posisi Keuangan (Passiva)

Berikut adalah penjelasan atau definisi untuk tiap-tiap pos laporan posisi keuangan pada kolom passiva (source: Lampiran SEBI No. 14/5 /DSM Perihal Perubahan Kedua Atas SEBI No. 11/2/DSM tanggal 22 Januari 2009 Perihal Laporan Bulanan Bank Umum):

B. KEWAJIBAN
1. Giro
Adalah simpanan dalam rupiah dan valuta asing milik pihak ketiga bukan bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Dilaporkan pula pada pos ini adalah kredit yang diberikan bank pelapor yang bersaldo kredit dan giro yang diblokir untuk tujuan tertentu, misalnya giro yang diblokir dalam rangka escrow account dan setoran jaminan.
Warkat giro:



2. Tabungan
Adalah simpanan dalam rupiah dan valuta asing milik pihak ketiga bukan bank pada bank pelapor yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu.

3. Simpanan Berjangka
Adalah deposito berjangka, deposit on call dan sertifikat deposito dalam rupiah dan valuta asing milik pihak ketiga bukan bank yang penarikannya dapat dilakukan menurut suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian.

4. Kewajiban Kepada Bank Indonesia
Adalah seluruh fasilitas yang diterima oleh bank pelapor dari Bank Indonesia. Pada pos ini, dimasukkan antara lain, pelimpahan KLBI dalam rangka penerusan kredit yang belum disalurkan kepada nasabah, dan penarikan kembali KLBI tersebut dari nasabah namun belum ditarik oleh Bank Indonesia.

5. Kewajiban Kepada Bank Lain
Adalah semua jenis kewajiban bank pelapor dalam rupiah dan valuta asing kepada bank lain, baik yang melakukan kegiatan operasional di Indonesia maupun di luar Indonesia. Misalnya, Bank A-Jakarta sebagai bank pelapor menerima simpanan dari Bank B-Jakarta, Bank C-New York, atau Bank D-London. Pos ini mencukup pula kewajiban bank pelapor kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah. Saldo rekening-rekening dalam pos ini tidak boleh dikompensasi dengan saldo rekening-rekening tagihan bank pelapor pada bank lain.

6. Kewajiban Spot dan Derivatif
Adalah kewajiban yang merupakan potensi kerugian yang timbul dari selisih negatif antara nilai kontrak dengan nilai wajar dari suatu transaksi spot dan derivatif pada tanggal laporan.

7. Kewajiban Atas Surat Berharga yang Dijual dengan Janji Dibeli Kembali (Repo)
Adalah jumlah kewajiban bank pelapor dalam rupiah dan valuta asing kepada bank dan pihak ketiga bukan bank yang berasal dari kontrak penjualan surat berharga dengan janji dibeli kembali (repo). Pada pos ini, dimasukkan pula SBI yang dijual kepada Bank Indonesia dengan syarat dibeli kembali (repo).

8. Kewajiban Akseptasi
Adalah kewajiban bank pelapor kepada bank dan pihak ketiga bukan bank yang timbul sebagai akibat akseptasi wesel atas dasar L/C berjangka. Dalam pos ini yang dilaporkan adalah nilai wesel atas dasar L/C berjangka yang diaksep.

9. Surat Berharga Yang Diterbitkan
Adalah surat pengakuan hutang jangka pendek dan jangka panjang dalam rupiah dan valuta asing baik atas nama maupun atas unjuk yang diterbitkan oleh bank pelapor yang dibeli atau dimiliki oleh bank dan pihak ketiga bukan bank.

10. Pinjaman Yang Diterima
Adalah pinjaman dalam rupiah dan valuta asing yang diterima bank pelapor dari bank dan pihak ketiga bukan bank. Pada pos ini dimasukkan pula pinjaman yang diterima bank pelapor dalam rangka penerusan kredit tetapi belum disalurkan kepada nasabah dan penempatan bank pelapor pada bank lain dalam bentuk giro yang bersaldo kredit.

11. Setoran Jaminan
Adalah setoran yang diterima bank pelapor dari pihak ketiga bukan bank secara tunai dalam rupiah dan valuta asing untuk keperluan suatu transaksi, misalnya dalam rangka memperoleh bank garansi atau pembukaan L/C.

12. Kewajiban Antar Kantor
Adalah kewajiban bank pelapor dalam rupiah dan valuta asing kepada kantor pusat dan atau kantor cabang bank yang sama baik yang melakukan kegiatan operasional di Indonesia maupun di luar Indonesia. Dalam pos ini dimasukkan pula kewajiban bank pelapor kepada kantor cabang lainnya yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

13. Kewajiban Pajak Tangguhan
Adalah jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

14. Rupa-Rupa Kewajiban
Adalah kewajiban lainnya yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari pos 1 sampai dengan 13.

15. Kepentingan Minoritas (Minority Interest) (dilaporkan pada LBU Konsolidasi)
Adalah bagian hasil usaha dan bagian aset neto dari anak perusahaan yang tidak dimiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung oleh induk perusahaan.

16. Modal Pinjaman
Adalah penerbitan surat berharga dan/atau pinjaman yang diterima dalam rupiah dan valuta asing yang memenuhi seluruh persyaratan untuk dapat diperhitungkan sebagai komponen modal sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. Sebelum memperoleh persetujuan Bank Indonesia, penerbitan surat berharga dilaporkan dalam daftar rincian Surat Berharga Yang Diterbitkan dan Pinjaman Yang Diterima dilaporkan dalam daftar rincian Pinjaman Yang Diterima.

17. Modal Disetor
Adalah selisih antara Modal Dasar dengan Modal Yang Belum Disetor dan Saham Yang Dibeli Kembali.

a. Modal Dasar
Adalah jumlah yang tercantum dalam anggaran dasar bank pelapor. Bagi bank yang berbentuk koperasi, modal dasar merupakan simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan simpanan pokok atau simpanan wajib. Bagi bank yang sepenuhnya merupakan cabang dari bank yang berkantor pusat di luar Indonesia (kantor cabang bank asing, misalnya Bank C-Jakarta) maka yang dimasukkan ke dalam subpos ini adalah nilai lawan modal dasar menurut kurs konversi Bank Indonesia pada saat modal tersebut diterima.

b. Modal yang belum disetor -/-
Adalah jumlah modal atau simpanan pokok dan simpanan wajib yang belum disetorkan.

c. Saham yang dibeli kembali (treasury stock) -/-
Adalah saham yang telah dikeluarkan dan diperoleh kembali oleh bank pelapor. Saham yang dibeli kembali dilaporkan sebesar nilai nominal saham yang bersangkutan, dalam hal bank menggunakan metode nilai nominal (par value method) sesuai PSAK mengenai akuntansi ekuitas.

18. Selisih Penilaian Kembali Aset Tetap
Adalah selisih penilaian kembali (revaluasi) atas aset tetap milik bank pelapor, sesuai PSAK mengenai aset tetap dan PSAK mengenai properti investasi.

19. Selisih Restrukturisasi Entitas Sepengendali (dilaporkan pada LBU Konsolidasi)
Adalah selisih antara harga pengalihan dengan nilai buku setiap transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali,sesuai PSAK mengenai akuntansi restrukturisasi entitas sepengendali.

20. Cadangan
Adalah cadangan yang dibentuk menurut ketentuan anggaran dasar dan atau keputusan pemilik atas dasar keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sesuai Undang Undang tentang Perseroan Terbatas.
Pos ini dirinci :
a. Cadangan umum
Adalah cadangan yang dibentuk dari penyisihan jumlah tertentu dari laba bersih.
b. Cadangan tujuan
Adalah cadangan yang dibentuk dari penyisihan jumlah tertentu dari laba bersih untuk tujuan tertentu.

21. Laba/Rugi
Adalah laba atau rugi baik tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan, sebelum dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk deviden.