Monday, March 7, 2016

KONSEP DASAR RISIKO KREDIT

Source: Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.13/36/INTERN tanggal 25 Oktober 2011, Pedoman Pengawasan Bank Berdasarkan Risiko untuk Tahapan Penilaian Risiko dan Tingkat Kesehatan Bank (Risk Based Bank Rating), Handbook Penilaian Risiko Kredit


KONSEP DASAR RISIKO KREDIT

Pada bagian ini diuraikan konsep dasar risiko kredit untuk memudahkan pengawas bank
dalam menilai risiko kredit. Konsep-konsep dasar risiko kredit tersebut meliputi sumber risiko
kredit dan keterkaitan risiko kredit dengan risiko lainnya.

1. Sumber-sumber Risiko Kredit
Risiko kredit terdapat dalam hampir seluruh penyediaan dana yang dilakukan bank. Beberapa
contoh portofolio aset yang mengandung risiko kredit, antara lain sebagai berikut:

a. Kredit
Sesuai UU Perbankan, kredit didefinisikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Bagi sebagian besar bank, kredit merupakan porsi terbesar dalam komponen aset atau
neraca bank dan juga menjadi sumber risiko kredit terbesar yang dapat berdampak
langsung kepada permodalan bank. Oleh karena itu, pembahasan dalam handbook ini
akan menggunakan kredit sebagai eksposur, dan dapat dijadikan acuan untuk jenis aset
lainnya.

b. Surat Berharga
Surat berharga secara umum didefinisikan sebagai surat pengakuan utang, wesel, obligasi,
sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari
penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang.
Risiko kredit pada surat berharga umumnya diindikasikan oleh peringkat (rating) surat
berharga tersebut. Semakin tinggi peringkat surat berharga atau peringkat penerbit surat
berharga, akan semakin rendah risiko kredit yang terkandung dalam surat berharga
tersebut.

c. Pembiayaan Non Cash Loan
Pada umumnya non cash loan diberikan untuk pembiayaan perdagangan (trade finance)
nasabah baik transaksi luar negeri maupun domestik. Pembiayaan non cash loan merupakan pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada nasabah dengan underlying transaction dan melalui dokumen-dokumen tertentu (misal: wesel, invoice, promes, LC/SKBDN, trust receipt, dokumen pengapalan) yang membuktikan adanya transaksi perdagangan antara nasabah dengan pihak ketiga.

Secara inheren, tingkat risiko kredit dalam pembiayaan non cash loan umumnya tinggi
karena transaksi yang kompleks dan pemrosesan yang melibatkan pihak ketiga termasuk
juga pihak-pihak di luar negeri. Risiko yang melekat dari transaksi non cash loan juga
mencakup risiko counterparty, country risk, risiko operasional, dan risiko pasar. Oleh
karena itu, bank yang memiliki portofolio non cash loan yang relatif besar harus memiliki
mekanisme pengendalian risiko yang komprehensif.

d. Penempatan InterBank ( Inter-Bank Call Money)
Inter-bank call money adalah penanaman dana bank pada bank lainnya dalam denominasi
rupiah atau valuta asing yang dilakukan melalui pasar uang antar bank dan bersifat jangka
pendek. Inter-bank call money umumnya dilakukan sebagai bagian dari pengelolaan
likuiditas.

Risiko kredit pada inter-bank call money muncul akibat adanya kemungkinan bank
counterparty tidak dapat melakukan pembayaran saat jatuh tempo. Disamping itu, bank
kreditur juga menghadapi risiko pasar baik yang berasal dari pergerakan suku bunga
maupun nilai tukar khususnya untuk penempatan dalam valuta asing. Bagi bank
peminjam, risiko yang muncul adalah risiko pasar dan risiko likuiditas akibat pelunasan
pinjaman berjangka pendek.

Risiko kredit pada penempatan inter-bank umumnya dimitigasi melalui penetapan limit
atas dasar tingkat risiko bank counterparty, misal atas dasar peringkat bank, skala usaha,
atau kriteria lain yang ditetapkan oleh manajemen bank.
Dalam perkembangan terkini, beberapa bank melakukan modifikasi produk yang
mengandung risiko kredit, baik modifikasi yang bersifat sederhana seperti penambahan
fitur tertentu maupun modifikasi yang kompleks. Untuk itu, pengawas bank perlu
senantiasa memahami karakteristik produk atau aktivitas bank agar dapat mengidentifikasi
sumber-sumber risiko kredit dan mengukur signifikansi kontribusi produk atau aktivitas
tersebut terhadap neraca bank secara keseluruhan.

2. Keterkaitan Risiko Kredit dengan Risiko Lainnya
Bank menghadapi berbagai risiko dalam penyediaan dana, yang tidak hanya berupa risiko
kredit, namun juga jenis risiko lain yang terkait. Oleh karena itu, dalam melakukan
penyediaan dana, bank perlu memperhatikan hubungan antara risiko kredit dengan risikorisiko
lainnya. Risiko kredit dapat dipengaruhi atau dipicu oleh risiko lainnya seperti risiko pasar, risiko operasional, dan risiko stratejik. Sementara itu, risiko kredit juga dapat berdampak terhadap risiko lain seperti risiko likuiditas, risiko reputasi, risiko kepatuhan, dan risiko hukum.

Sebagai ilustrasi, beberapa risiko yang terkait dengan risiko kredit adalah:
a. Risiko Pasar
Risiko pasar yang dapat mempengaruhi risiko kredit antara lain adalah risiko suku bunga
( interest rate risk) dan risiko nilai tukar (foreign exchange risk). Risiko suku bunga adalah
risiko kerugian pada posisi keuangan (neraca dan rekening administratif) akibat perubahan
suku bunga, sedangkan risiko nilai tukar merupakan risiko kerugian pada neraca dan
rekening administratif yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar.

Risiko suku bunga antara lain akan tergantung pada komposisi portofolio penyediaan dana
dan persyaratan pinjaman (seperti jangka waktu, struktur bunga, dan opsi-opsi yang
melekat). Sebagai bagian dari proses manajemen risiko, bank harus mengidentifikasi
debitur yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap perubahan suku bunga dan
mengembangkan strategi untuk memitigasi risiko tersebut, termasuk secara periodik
melakukan stress testing, sehingga pergerakan suku bunga tidak berdampak signifikan
terhadap peningkatan risiko kredit dari suatu eksposur.

Risiko nilai tukar antara lain muncul apabila kredit atau portofolio kredit diberikan dalam
mata uang asing atau dibiayai dari pinjaman dengan mata uang berbeda. Risiko nilai tukar
dapat menjadi lebih intensif dengan perubahan kondisi politik, sosial, dan ekonomi.
Dampaknya dapat menjadi negatif apabila salah satu valuta yang ada termasuk dalam
kebijakan kontrol valuta yang sangat ketat atau termasuk dalam fluktuasi nilai tukar yang
sangat lebar.

b. Risiko Operasional
Risiko kredit juga dapat dipengaruhi oleh risiko operasional, yang dapat timbul antara lain
dari adanya kelemahan dalam sumber daya manusia, proses, maupun sistem yang terkait
dengan penyediaan dana. Kelemahan dalam hal-hal tersebut dapat meningkatkan risiko
kredit dari suatu eksposur.

c. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)
Mengingat penyaluran kredit merupakan penyediaan dana utama yang dilakukan bank,
maka pengelolaan kredit umumnya merupakan bagian terbesar dalam manajemen
likuiditas bank. Untuk itu, manajemen likuiditas yang efektif mempersyaratkan adanya
keterkaitan yang erat dan aliran informasi yang memadai dengan fungsi penyaluran kredit.
Strategi likuiditas bank secara menyeluruh harus mencakup identifikasi kredit atau
segmentasi portofolio kredit yang dapat dengan segera dikonversi menjadi tunai (cash),
yang antara lain dipengaruhi oleh kualitas, harga ( pricing), jangka waktu, dan standar
pemberian kredit.

Likuiditas juga dipengaruhi oleh jumlah komitmen bank untuk memberikan pinjaman dan
jumlah aktual yang ditarik oleh debitur dari komitmen yang tersedia. Pemahaman atas
jenis komitmen, jumlah yang tersedia untuk ditarik, jumlah yang normal digunakan, dan
jumlah yang sangat tinggi yang secara historis pernah digunakan menjadi penting dalam
menilai apakah likuiditas yang tersedia dapat memadai untuk situasi normal, seasonal,
atau kebutuhan mendadak (emergency needs).

d. Risiko Kepatuhan (Compliance Risk)
Aktivitas penyaluran kredit akan terekspos pada risiko kepatuhan, mengingat terdapat
ketentuan dan batasan yang harus dipenuhi bank terkait dengan aktivitas tersebut, seperti
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) kepada individual debitur dan kelompok
debitur. Penyaluran kredit oleh bank dapat pula mempersyaratkan kewajiban debitur
untuk memperhatikan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, aktivitas pengawasan
bank harus mencakup review proses kepatuhan internal bank untuk memastikan bahwa
bank telah mengidentifikasi dan mengevaluasi pemenuhan faktor kepatuhan dimaksud.

e. Risiko Stratejik (Strategic Risk)
Strategi atau keputusan taktis yang tidak tepat dalam standar penyediaan dana,
pertumbuhan portofolio pinjaman, atau produk baru dapat mempengaruhi kinerja bank
dan meningkatkan risiko kredit. Untuk itu risiko dari bisnis dan jasa/produk yang
diterbitkan bank harus diperhatikan dengan seksama dan diyakinkan bahwa bank telah
mengidentifikasi dan mengelola risiko-risiko yang ada dengan memadai. Selama evaluasi
atas manajemen portofolio pinjaman, perlu diyakinkan pula bahwa bank telah melakukan
analisis risiko stratejik secara realistis.

f. Risiko Reputasi (Reputation Risk)
Permasalahan kredit yang dialami oleh bank biasanya akan berdampak terhadap kinerja
bank yang dapat berdampak negatif terhadap reputasi bank tersebut dimata investor,
masyarakat, dan bahkan dengan debitur sendiri. Sistem penyediaan dana yang tidak
efisien dan adanya tuntutan hukum kepada bank merupakan contoh dimana reputasi
bank dapat rusak karena permasalahan dalam penyediaan dana. Risiko reputasi dapat
berdampak negatif terhadap kinerja bank, antara lain melalui penurunan nilai saham
bank, berkurangnya dukungan nasabah dan masyarakat, serta hilangnya peluang bisnis
bank.

g. Risiko Hukum
Penyediaan dana yang dilakukan oleh bank juga dapat menyebabkan bank terekspos pada
risiko hukum yang dapat menimbulkan kerugian. Misalnya kemungkinan tuntutan hukum
yang dihadapi karena penyediaan dana kepada debitur yang melakukan pelanggaran
hukum, seperti perusakan lingkungan hidup, atau peningkatan risiko kredit karena

kelemahan dalam perjanjian penyediaan dana atau pengikatan agunan.

Monday, February 29, 2016

TRANSAKSI EKSPOR IMPOR LETTER OF KREDIT

Source: Kodifikasi dan Aktivitas Bank di Indonesia 2005



METODE PEMBAYARAN TRANSAKSI EKSPOR IMPOR
Transaksi pembayaran ekspor impor dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
a.    open account (pembayaran kemudian)
b.    advance payment (pembayaran dimuka)
c.     collection draf (wesel inkaso)
d.    letter of credit



PENGERTIAN LETTER OF CREDIT:
Setiap janji tertulis yang dikeluarkan/diterbitkan oleh Bank atas permintaan importir (applicant) dimana bank berjanji akan melaksanakan pembayaran kepada eksportir (beneficiary) jika telah memenuhi syarat-syarat yang diminta dalam LC.



PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM L/C


a.Beneficiary adalah eksportir yaitu pihak kepada siapa LC dibuka (penerima LC).
b.Importir adalah pembeli yaitu pihak yang memberi amanat kepada issuing bank untuk membuka LC.
c.Issuing bank adalah bank penerbit LC.
d.Advising bank adalah bank yang diminta oleh issuing bank untuk menyampaikan LC kepada Beneficiary.
e.Paying bank adalah bank yang melakukan pembayaran sight LC atau deferred payment LC.
f.Confirming bank adalah bank yang ikut menjamin pembayaran LC kepada beneficiary atas penyerahan dokumen-dokumen yang sesuai syarat LC dengan membubuhkan konfirmasinya pada LC yang bersangkutan.
g.Accepting bank adalah bank yang menjamin pembayaran wesel ekspor berjangka yang diterbitkan atas dasar usance LC dengan melakukan akseptasi pada wesel yang bersangkutan.
h.Negotiating bank adalah bank yang melakukan pembayaran kepada eksportir dan mengajukan reimbursement claim kepada issuing bank atau paying bank atau reimbursing bank.
i.Reimbursing bank adalah bank yang telah mendapat otorisasi dari issuing bank untuk membayar reimbursement claim dari negotiating bank.





DOKUMEN-DOKUMEN L/C

Pembayaran hanya akan dilakukan apabila dokumen-dokumen yang diserahkan benar-benar sesuai dengan persyaratan kondisi yang ditetapkan dalam L/C.
Dokumen-dokumen yang harus diserahkan beserta jumlah lembarnya masing-masing ditentukan secara jelas didalam L/C antara lain sebagai berikut :
a.Draft (wesel)

Surat berharga yang berisi perintah tak bersyarat dari penerbit draft tersebut (penarik) kepada pihak lainnya (tertarik) untuk membayar sejumlah uang kepada pihak tertentu atau pihak yang ditunjuknya pada waktu yang ditentukan.
b.Dokumen Pengangkutan
1. Bill of lading (B/L)

Bill of lading atau konosemen adalah dokumen bertanggal yang dikeluarkan oleh maskapai pengangkutan/agen ataupun nahkoda kapal sebagai pihak pengangkut. Pihak-pihak yang tercantum dalam B/L adalah :
ØShiper : pihak yang mengirim barang. Yang dimaksud adalah eksportir.
ØConsignee : pihak yang berhak atas barang yang dikirim. Dalam L/C yang dimaksud adalah bank pembuka (opening bank).
ØNotify : pihak yang diberitahu atas kedatangan barang. Yang dimaksud adalah importir.
ØCarrier : nama perusahaan pelayaran yang bersangkutan.
2.Airway bill (AWB)

Tanda terima barang yang dikirim lewat udara untuk orang dan alamat tertentu.







c.Invoice Suatu daftar mengenai barang-barang yang menunjukkan a.l. harga, jumlah, biaya angkutannya yang dibuat oleh penjual/seller dan ditunjukkan kepada pembeli/buyer.
d.Dokumen Asuransi Surat bukti pertanggungan yang dikeluarkan perusahaan asuransi atas permintaan eksportir maupun importir untuk menjamin keselamatan atas barang yang dikirim.
e.Packing list Dokumen ini dibuat untuk menerangkan uraian dari barang-barang yang dipak, dibungkus/diikat dalam peti dan sebagainya.
f.Certificate of origin Sertifikat ini merupakan pernyataan yang ditandatangani untuk membuktikan asal barang-barang yang diekspor.
g.Certificate of inspection Dokumen ini merupakan keterangan tentang jumlah, kualitas, ukuran, berat, keadaan barang yang dibuat oleh independent surveyor badan resmi yang disahkan oleh pemerintah dan dikenal oleh dunia perdagangan internasional.


4. MEKANISME LETTER OF CREDIT




JENIS-JENIS L/C

Menurut Sifatnya


a.Revocable L/C L/C yang sewaktu-waktu dapat dibatalkan atau diubah secara sepihak oleh pembeli/importir atau issuing bank tanpa persetujuan atau pemberitahuan kepada penjual/eksportir atas permintaan Applicant. L/C ini banyak digunakan dengan anak/cabang perusahaannya atau antara perusahaan yang sudah saling mempercayai.
b.Irrevocable L/C L/C yang tidak dapat diubah atau dibatalkan tanpa persetujuan kedua belah pihak dan issuing bank menjamin akan membayarnya asal saja si eksportir menyerahkan dokumen yang cocok dengan L/C dan diserahkan tidak melampaui batas waktu yang ditetapkan dalam L/C.



Menurut Availability/Ketersediaan Pembayaran


a.Sight Payment LC LC yang pembayaran dilakukan pada saat wesel-wesel ditunjukan oleh beneficiary disertai dokumen-dokumen lain yang disyaratkan dalam L/C.
b.Deffered Payment LC LC yang pembayaran akan dilakukan dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam L/C (misalnya 180 hari setelah tanggal B/L) apabila seluruh dokumen yang diterima oleh issuing bank telah memenuhi persyaratan L/C.
c.Acceptance LC LC yang pembayaran kepada beneficiary melalui akseptasi atau accepting bank yang ditunjuk oleh issuing bank untuk mengakseptasi draft atau bill of exchange yang diajukan oleh beneficiary.



d.Negotiation LC yang pembayaran kepada beneficiary dilakukan pada saat pengajuan dokumen-dokumen yang diisyaratkan LC dan pembayaran tersebut terlebih dahulu atas beban negotiating bank.



LC Lainnya


a.Red Clause L/C LC dimana issuing bank-nya memberikan kuasa kepada paying bank untuk membayar uang muka kepada Beneficiary sebagian dari jumlah L/C sebelum beneficiary menyerahkan dokumen
b.Green-Ink L/C L/C ini hampir sama dengan red-clause L/C yang memberikan pembayaran di muka dengan syarat eksportir harus menyerahkan kepada advising/negotiating bank yang ditunjuk suatu bukti atau tanda terima penyimpanan barang dari warehouse sampai beneficiary siap untuk mengapalkan barang tersebut.
c.Revolving L/C L/C jenis ini memungkinkan pemakaian kredit menggunakannya berulang tanpa harus mengubah nilai dan persyaratan dalam L/C
d.Transferable L/C LC yang memberikan kewenangan kepada eksportir utk menyerahkan pengiriman barang kepada pihak ketiga tanpa melepaskan haknya sebagai beneficiary L/C tersebut. Biasanya digunakan oleh eksportir yang berperan sebagai perantara.
e. Back to back L/C L/C yang dapat dibuka oleh eksportir penerima L/C pertama kepada eksportir kedua dengan menjaminkan L/C, dimana beneficiary meminta kepada Applicant agar L/C yang dibukanya bersifat transferable sehingga Applicant mengetahui bahwa beneficiary itu bukanlah eksportir yang sebenarnya dari barang yang dipesan. Setelah Beneficiary menerima L/C selanjutnya beneficiary meminta kepada advising bank supaya membuka L/C baru kepada pihak ketiga yang merupakan eksportir sebenarnya.

CONTOH KASUS (Transaksi Impor)





Transaksi Impor
I.LC atas unjuk (Sight) - Pengambilan barang dengan Shipping Guarantee (SSG) PT Maju, nasabah Bank XYZ Jakarta hendak mengimpor barang dari luar negeri. Untuk kebutuhan impor tersebut, pada tanggal 2 Februari 2012 PT Maju membuka LC sebesar USD 10,000 dengan setoran jaminan sebesar 10 %. Bank XYZ memungut komisi pembukaan LC sebesar 0,25%. Pada tanggal 14 Februari 2012 barang sudah ti ba di pelabuhan dan importir menebus barang dengan meminta bank membuat SSG. PIB (bea masuk,PPN &PPNBM, PPh) sebesar Rp 20.000.000,00. Biaya/komisi penerbitan SSG Rp. 200.000 dan komisi PIB sebesar Rp 50.000. Tanggal 18 Februari 2012 dokumen asli diterima oleh Bank XYZ dan penyelesain kepada bank koresponden. 





Transaksi Impor
II.LC berjangka (usance/deferred) - Pengambilan barang dengan dokumen asli (setelah dokumen tiba): PT Maju, nasabah Bank XYZ Jakarta hendak mengimpor barang dari luar negeri. Untuk kebutuhan impor tersebut pada tanggal 02 Pebruari 2012 PT Maju membuka LC berjangka (usance) sebesar USD 10,000 dengan setoran jaminan sebesar 10%. Bank XYZ memungut komisi pembukaan LC sebesar 0,25%. Pada tanggal 18 Februari 2012, Bank XYZ menerima dokumen dari negotiating bank. Importir menebus barang dengan akseptasi promes/wesel, biaya atas PIB (bea masuk, PPN & PPNBM, PPh) sebesar Rp 20.000.000. Komisi akseptasi yang diterima sebesar USD25 dan PIB sebesar Rp 50.000. Tanggal 2 April 2012, LC jatuh tempo dan dilakukan penyelesaian kepada bank koresponden.





Transaksi Ekspor
I.LC atas unjuk (sight) Pada tanggal 2 Februari 2012, PT Aneka (eksporti r), menerima LC sebesar USD10,000. Pengiriman barang keluar negeri dilakukan pada tanggal 10 Februari 2012. Pada tanggal 11 Februari 2012 PT Aneka mempresentasikan dokumen pengiriman barang kepada Bank XYZ. Dokumen diperiksa oleh Bank XYZ dan dokumen dikirim ke issuing bank. Komisi advising LC Rp100.000,00. Biaya pengiriman dokumen sebesar USD25, komisi/biaya administrasi 0,125%, Bank XYZ menerima pembayaran dari issuing bank pada tanggal 19 Februari 2012.

Transaksi Ekspor
I.LC berjangka (usance) yang dinegosiasi/didiskonto Pada tanggal 2 Februari 2012, PT Aneka (eksportir) menerima LC dengan pembayaran dilakukan 2 bulan setelah tanggal pengapalan barang sebesar USD 10.000. Pengiriman barang keluar negeri dilakukan pada tanggal 6 Februari 2012. Pada tanggal 07 Februari 2012, PT Aneka mempresentasikan dokumen pengiriman barang kepada Bank XYZ. Setelah dokumen diperiksa, bank XYZ membebankan biaya advising LC Rp100.000. Biaya pengiriman dokumen USD25, komisi negosiasi 0,25%. Pada tanggal 15 Februari 2012 Bank XYZ menerima akseptasi dari issuing bank. Tanggal 16 Februari 2012 PT Aneka mendiskontokan tagihannya kepada Bank XYZ. Atas pendiskontoan tersebut Bank XYZ membebankan bunga/diskonto 4% p.a. Pada tanggal 6 April 2012 bank XYZ menerima pembayaran dari issuing.


Transaksi Ekspor
II.LC berjangka (usance) yang dinegosiasi/didiskonto Pada tanggal 2 Februari 2012, PT Aneka (eksportir) menerima LC dengan pembayaran dilakukan 2 bulan setelah tanggal pengapalan barang sebesar USD 10.000. Pengiriman barang keluar negeri dilakukan pada tanggal 6 Februari 2012. Pada tanggal 07 Februari 2012, PT Aneka mempresentasikan dokumen pengiriman barang kepada Bank XYZ. Setelah dokumen diperiksa, bank XYZ membebankan biaya advising LC Rp100.000. Biaya pengiriman dokumen USD25, komisi negosiasi 0,25%. Pada tanggal 15 Februari 2012 Bank XYZ menerima akseptasi dari issuing bank. Tanggal 16 Februari 2012 PT Aneka mendiskontokan tagihannya kepada Bank XYZ. Atas pendiskontoan tersebut Bank XYZ membebankan bunga/diskonto 4% p.a. Pada tanggal 6 April 2012 bank XYZ menerima pembayaran dari issuing.




Wednesday, February 10, 2016

KONSEP DASAR RISIKO PASAR (Part III)

Source: Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.13/36/INTERN tanggal 25 Oktober 2011, Pedoman Pengawasan Bank Berdasarkan Risiko untuk Tahapan Penilaian Risiko dan Tingkat Kesehatan Bank (Risk Based Bank Rating), Handbook Penilaian Risiko Pasar

                                                 KONSEP DASAR RISIKO PASAR (Part III)

4. Pengukuran Risiko Pasar
a. Pengukuran untuk Portofolio Trading dan FVO
Dengan melakukan pengukuran risiko pasar, bank dapat memantau dan mengendalikan risiko pasar secara memadai sehingga bank terhindar dari kerugian besar pada kondisi pasar yang tidak normal. Pengukuran risiko pasar atas instrumen trading book dan FVO umumnya meliputi pengukuran nominal/posisi, pengukuran sensitivitas, pengukuran opsionalitas, simulasi skenario, pengukuran dengan model internal (Value at Risk/VaR), dan stress testing. Bank dapat menggunakan satu atau lebih alat pengukuran tersebut sesuai dengan kompleksitas eksposur risiko pasar.
Semakin kompleks instrumen atau produk bank, semakin kompleks model pengukuran yang digunakan. Namun demikian, model pengukuran risiko dimaksud digunakan dengan saling melengkapi. Tingkat kompleksitas model pengukuran risiko pasar dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2

                                   Kompleksitas Model Pengukuran Risiko Pasar
1) Pengukuran Nominal/Posisi
Pengukuran nominal/posisi adalah metode paling dasar untuk mengukur risiko
pasar. Pengukuran tersebut menterjemahkan risiko sebagai akumulasi nilai nominal
transaksi yang dilakukan bank. Untuk bank dengan aktivitas trading yang tidak
kompleks, pengukuran nominal biasanya cukup memadai untuk pengendalian risiko
pasar, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan proses yang lama.
Contoh pengukuran nominal/posisi adalah sebagai berikut:

Berdasarkan ilustrasi tersebut, terlihat bahwa terdapat posisi short sebesar Rp1.750.000 yang harus ditutup dengan posisi long agar posisi valuta asing bank saling tutup (matched). Apabila posisi short tidak tertutup seluruhnya, maka terdapat posisi terbuka (net open position) yang akan terekspos pada perubahan nilai tukar. Meskipun pengukuran nominal/posisi tersebut mudah dilakukan karena sangat sederhana, pengukuran ini memiliki kelemahan karena tidak merefleksikan sensitivitas atau volatilitas harga, terutama untuk instrumen derivatif yang nilainya ditentukan oleh nilai aset yang mendasari (underlying asset), yang dapat berubahubah dengan cepat sesuai kondisi pasar. Oleh karena itu,bank yang memiliki instrumen yang kompleks atau produk terstruktur wajib menggunakan metode pengukuran yang lebih kompleks agar dapat mengukur risiko pasar dari instrumen tersebut secara lebih akurat.

2) Pengukuran Sensitivitas
Keterbatasan pengukuran nominal mendorong pengembangan pendekatan yang lebih akurat dalam mengukur risiko pasar, antara lain dengan metode PVBP (present value of a basis point) atau durasi (duration). PVBP menghitung nilai sekarang suatu instrumen terhadap perubahan suku bunga sebanyak 1 basis point. Contoh pengukuran PVBP adalah sebagai berikut:

PVBP dihitung dengan cara berikut:
a) Mencari nilai sekarang atas aliran kas di masa depan dengan menggunakan suku bunga saat ini;
b) Meningkatkan suku bunga sebesar 1 bp;
c) Mencari nilai sekarang aliran kas di masa depan dengan menggunakan tingkat
suku bunga baru (suku bunga saat ini + 1 bp); dan
d) Selisih antara nilai poin a dan c adalah PVBP.
Durasi adalah pengukuran linier atau derivatif pertama perubahan harga instrumen sebagai respon terhadap perubahan suku bunga. Apabila suatu bank memiliki sejumlah instrumen keuangan dalam suatu portofolio, maka dengan menghitung bobot tertimbang durasi seluruh instrumen pada portofolio tersebut, dapat diperoleh agregasi sensitivitas harga untuk portofolio tersebut dengan menggunakan faktor konversi tertentu. Durasi portofolio kemudian dapat digunakan sebagai alat mengukur risiko suku bunga bank. Meski metode PVBP dan durasi memberikan informasi yang berharga mengenai eksposur risiko pasar, metode tersebut memiliki keterbatasan dalam pengukuran eksposur instrumen dan portofolio yang kompleks. Antara lain, metode durasi tidak mengukur konveksitas atau volatilitas instrumen yang ada dalam portofolio. Pada pengukuran durasi yang merupakan pengukuran derivatif pertama dari perubahan harga terhadap perubahan suku bunga, perubahan harga diasumsikan linier terhadap perubahan suku bunga. Pada kenyataannya, perubahan harga tidak selalu linier dengan perubahan suku bunga, sehingga membentuk kurva. Dalam hal ini, pengukuran durasi tidak akurat untuk mengukur sensitivitas harga terhadap perubahan suku bunga. Konveksitas merupakan pengukuran bentuk kurva atau derivatif kedua dari perubahan harga instrumen keuangan terhadap perubahan suku bunga, yang lebih tepat merefleksikan sensitivitas terhadap perubahan suku bunga pada hubungan harga dan suku bunga yang tidak linier. Oleh karena itu, pengawas bank perlu memastikan bahwa pengukuran durasi digunakan untuk mengukur instrumen yang sesuai dan apabila dibutuhkan, wajib dilengkapi pula dengan pengukuran yang lebih tepat (konveksitas) sesuai dengan karakteristik instrumen bank.
3) Pengukuran Opsionalitas
Dalam bentuk yang paling sederhana, nilai suatu opsi dapat diterjemahkan sebagai fungsi dari harga aset yang mendasari opsi relatif terhadap harga eksekusi opsi, volatilitas harga aset yang mendasari opsi, jangka waktu kontrak opsi sampai dengan jatuh waktu, dan tingkat suku bunga pasar. Bank pada umumnya menggunakan faktor-faktor berikut untuk mengukur dan mengelola Risiko Pasar atas posisi opsi:
a) Delta mengukur sejauh mana nilai opsi dipengaruhi oleh perubahan (kecil)
harga aset yang mendasari. Nilai delta terletak di antara 1 dan -1, atau dinyatakan dalam persentase. Apabila opsi memiliki delta 0,25 (25%), artinya nilai opsi akan memiliki perilaku yang sama dengan 25% aset yang mendasari;
b) Gamma mengukur sejauh mana delta opsi akan berubah pada saat harga aset
yang mendasari berubah. Semakin tinggi gamma, semakin besar nilai opsi bagi
pemegangnya;
c) Vega mengukur sensitivitas nilai opsi terhadap perubahan ekspektasi pasar
terhadap volatilitas aset yang mendasari;
d) Theta mengukur seberapa jauh nilai opsi berubah saat opsi mendekati jatuh
tempo;
e) Rho mengukur sejauh mana nilai opsi berubah sebagai respon terhadap
perubahan suku bunga jangka pendek, semakin tinggi rho, semakin rendah nilai
opsi bagi pemegangnya.
Untuk memahami lebih lanjut mengenai pendekatan pengukuran opsi, pengawas
bank dapat mempelajari model Black-Scholes, Hull and White, atau Black, Derman
and Toy, model binomial, atau simulasi Monte Carlo.
4) Analisis Skenario
Bentuk lain pengukuran risiko pasar adalah melalui estimasi potensi perubahan nilai
instrumen dan portofolio pada berbagai skenario perubahan faktor risiko. Secara
sederhana, perubahan faktor risiko dapat diaplikasikan pada pengukuran sensitivitas
seperti metode durasiatau PVBP untuk menentukan perubahan nilai instrumen dan
portofolio pada berbagai skenario. Skenario dapat ditetapkan secara arbitrary atau
ditentukan secara statistik berdasarkan analisis data historis atau berdasarkan
peramalan (forecasting) atas perilaku faktor risiko pada berbagai situasi. Dalam
metode statistik, suatu skenario dipilih berdasarkan probabilitas bahwa skenario
tersebut akan terjadi dalam rentang waktu tertentu. Biasanya digunakan standar
deviasi untuk menyimpulkan skenario tersebut. Standar deviasi adalah pengukuran
variasi variabel acak ( random) seperti perubahan harga instrumen keuangan.

Besarnya standar deviasi yang dikombinasikan dengan pengetahuan mengenai jenis
distribusi probabilitas yang melatarbelakangi perilaku variabel acak memungkinkan
analis mengkuantifikasikan risiko dengan mengukur probabilitas terjadinya suatu
skenario tertentu. Untuk variabel acak dengan distribusi normal, 68% dari observasi
jatuh pada + 1 standar deviasi dari rata-rata perubahan, 90% pada 1.65 standar
deviasi, 95% pada 1,96 standar deviasi, dan 99% pada 2.58 standar deviasi.
Dengan asumsi bahwa perubahan faktor risiko terdistribusi secara normal,
perhitungan standar deviasi atas perubahan tersebut dapat digunakan untuk
menentukan skenario yang secara statistik memiliki probabilitas terjadi, misalnya
skenario yang akan terjadi pada 90% atau 95% dari observasi.

Alternatif lainnya adalah dengan menggunakan skenario historis dan
mengasumsikan bahwa probabilitas terjadinya skenario tersebut di masa depan
sama dengan frekuensi terjadinya skenario tersebut di masa lalu. Namun demikian,
pergerakan jangka pendek pada harga instrumen keuangan umumnya tidak
terdistribusi secara normal, khususnya probabilitas pergerakan yang ekstrim akan
lebih tinggi daripada yang diprediksikan oleh distribusi normal. Dalam hal ini,
metode pengukuran yang lebih kompleks mungkin dibutuhkan untuk menentukan
skenario yang lebih sesuai.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan simulasi skenario adalah
interaksi dan hubungan antar posisi instrumen keuangan. Keterkaitan antar posisi
biasanya diidentifikasi dengan menggunakan koefisien korelasi. Koefisien korelasi
adalah ukuran kuantitatif terhadap bagaimana perubahan pada suatu variabel
terkait dengan variabel lainnya. Besaran (magnitude) koefisien korelasi mengukur
probabilitas dua variabel akan bergerak bersama secara linier. Dua variabel (harga
instrumen) yang pergerakannya sangat terkait satu sama lain akan memiliki
koefisien korelasi mendekati 1 (satu). Semakin tidak terkait variabel yang satu
dengan yang lain, koefisien korelasi akan mendekati 0 (nol). Secara konseptual,
penggunaan koefisien korelasi memungkinkan bank memasukkan berbagai faktor
risiko ke dalam satu analisis risiko. Analisis ini bermanfaat untuk mengukur
instrumen yang nilainya terkait dengan lebih dari satu faktor risiko, misalnya
derivatif nilai tukar, dan untuk mengukur risiko suatu portofolio trading.

Penggunaan korelasi juga memungkinkan bank melakukan lindung nilai posisi, yaitu
secara parsial melakukan offsetting posisi long pada suatu valuta asing atau skala
maturitas dengan posisi short pada valuta asing atau skala maturitas lainnya dan
untuk mendiversifikasikan risiko harga pada suatu portofolio. Besarnya korelasi
antar instrumen dalam suatu portofolio menentukan tingkat offsetting atau
diversifikasi risiko. Dengan menggunakan korelasi, bank dapat menterjemahkan
seluruh posisi, pada seluruh faktor risiko, menjadi satu figur risiko.

5) Value at Risk
a) Definisi
Value at Risk (VaR) dari suatu portfolio didefinisikan sebagai suatu perkiraan
maksimum kerugian yang dapat terjadi pada portofolio risiko bank pada jangka
waktu/periode tertentu dengan tingkat keyakinan statistik tertentu. Dengan
demikian, berdasarkan perhitungan statistik yang dapat dipercaya, model
pengukuran risiko yang digunakan harus mampu memperkirakan (dengan
tingkat kepercayaan tertentu) limit maksimum kerugian dari suatu portfolio
pada suatu waktu tertentu. Untuk tujuan perhitungan beban modal risiko
pasar, perhitungan VaR didasarkan pada tingkat kepercayaan 99% yang
bersifat satu sisi (one tail), yaitu sisi kerugian.

Apabila suatu bank telah disetujui oleh Bank Indonesia untuk menggunakan
model VaR untuk menghitung KPMM, maka perhitungan VaR bank harus
dilakukan dengan menggunakan pergerakan harga instan yang ekuivalen dengan pergerakan harga dalam rentang waktu 10 (sepuluh) hari kerja, sehingga suatu eksposur diasumsikan akan dimiliki bank minimal selama 10 hari kerja. Asumsi 10 hari kerja berarti bahwa semua perhitungan yang relevan harus berdasarkan perubahan harga selama jangka waktu 10 hari kerja. Perhitungan VaR wajib menggunakan periode observasi historis (periode sampel) minimal selama 1 tahun (250 hari kerja). Bagi bank yang menggunakan
metode pembobotan (Weighted Moving Average) atau metode lainnya untuk menentukan periode observasi historis, maka periode rata-rata tertimbang untuk setiap observasi sekurang-kurangnya 6 bulan (125 hari kerja).
Penggunaan VaR untuk mengukur risiko pasar sebagai bagian dari keseluruhan
proses manajemen risiko memiliki beberapa manfaat, antara lain VaR dapat
digunakan untuk mengukur risiko berbagai instrumen keuangan ke dalam satu
pengukuran risiko secara portofolio. Dengan demikian, tidak seperti metode
standar di mana pengukuran risiko dilakukan secara individual dan kemudian
dijumlahkan, VaR merupakan pengukuran risiko pada tingkat portofolio atau
secara agregat.

b) Komponen VaR
Dalam melakukan perhitungan VaR perlu dilakukan identifikasi komponen VaR,
sebagai berikut:
(1) Nilai Eksposur
Nilai ekposur adalah jumlah dari posisi individual dalam portofolio yang
digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya VaR. Dalam
perhitungan nilai eksposur, posisi individual dalam portofolio yang
digunakan dalam model VaR baik instrumen keuangan tradisional seperti
obligasi maupun instrumen yang lebih kompleks seperti future dan option
harus dihitung dengan menggunakan nilai pasar. Apabila tidak terdapat
nilai pasar atas instrumen tersebut, maka bank harus menggunakan model
pengukuran nilai pasar yang relevan dan didukung oleh teori serta asumsi
yang memadai.
(2) Volatilitas Return
Volatilitas return adalah suatu ukuran variabilitas imbal hasil ( return) suatu
instrumen keuangan. Pada perhitungan VaR, volatilitas imbal hasil diukur
dengan standar deviasi, yaitu nilai simpangan (deviasi) imbal hasil suatu
instrumen keuangan pada hari tertentu terhadap rata-rata imbal hasil
instrumen keuangan tersebut.
(3) Tingkat kepercayaan ( confidence level)
Confidence level adalah tingkat keyakinan yang digunakan dalam
mengukur VaR. Sesuai rekomendasi Basel, digunakan tingkat kepercayaan
sebesar 99% untuk mengukur VaR, khususnya dalam menghitung
kewajiban penyediaan modal minimum bank. Namun secara internal, bank
dapat menggunakan beberapa tingkat kepercayaan (misalnya 95% atau
97%) dalam pengukuran VaR bank.
(4) Time horizon (period)
Time horizon adalah lamanya waktu yang ditetapkan untuk memiliki asset
dalam portofolio, atau sering disebut sebagai holding period. Umumnya
holding period adalah selama 1 hari, tetapi dalam kasus tertentu di mana
tidak terdapat pasar aktif atas instrumen tertentu, holding period dapat
mencapai 10 hari atau bahkan lebih lama untuk kasus-kasus tertentu.




c) Pendekatan Perhitungan VaR

Terdapat tiga pendekatan model yang digunakan untuk menghitung VaR, yaitu:
Variance Covariance, Historical Simulation dan Monte Carlo Simulation.
(1) Metode Variance Covariance
Metode Variance Covariance mengasumsikan bahwa faktor-faktor risiko
terdistribusi secara normal, pergerakan faktor-faktor risiko tidak terkorelasi
satu sama lain (serially independent), dan korelasi antar faktor risiko
bersifat konstan. Serially independent adalah besarnya perubahan harga
masing-masing faktor risiko pada satu hari tertentu tidak berpengaruh
pada hari lainnya atau tidak terdapat auto correlation (misalnya kurs USD
hari ini tidak memiliki korelasi dengan kurs USD esok harinya). Korelasi
konstan adalah hubungan antar faktor risiko diasumsikan tidak berubah
sehingga dapat digunakan untuk memprediksi potensi kerugian masa
depan.

Perhitungan VaR dengan pendekatan variance covariance meliputi
identifikasi faktor risiko yang mempengaruhi portofolio dan volatilitas
faktor risiko tersebut menurut data historis. Untuk instrumen dengan
faktor risiko suku bunga, salah satu cara perhitungan VaR adalah dengan
melakukan perhitungan sensitivitas linier portofolio (PVBP/delta position)
terhadap pergerakan faktor risiko. Linieritas mengandung pengertian
bahwa sensitivitas portofolio adalah fungsi konstan dari perubahan suku
bunga. Setelah menghitung sensitivitas linier portofolio terhadap masingmasing
faktor risiko, dilakukan agregasi faktor risiko yang relevan dari
seluruh portofolio, dengan memperhitungkan korelasi antara faktor-faktor
risiko untuk menghitung risiko portofolio.
Untuk instrumen dengan faktor risiko nilai tukar, penilaian portofolio
dilakukan dengan memperhitungkan seluruh eksposur bank baik pada
trading maupun banking book, yang mencakup posisi pada on dan off
balance sheet yang direvaluasi menurut nilai pasar (mark to market)
dengan spot rate pada saat itu.

Pengukuran risiko yang akurat harus memperhitungkan pula kemungkinan
interaksi antara seluruh komponen dalam suatu portofolio, karena
perubahan harga pada suatu instrumen dalam portofolio dapat mempengaruhi instrumen lainnya baik pada kelompok aset yang sama
maupun pada kelompok aset yang berbeda. Salah satu cara untuk
mengukur bagaimana variabel dapat saling berhubungan adalah dengan
cara menghitung covariance dari variabel-variabel tersebut.
Covariance adalah metode untuk mengukur seberapa besar dua variabel
acak (independen) saling terkait satu sama lain. Metode ini dapat
digunakan untuk membandingkan ketergantungan antar variabel dengan
besaran yang sama. Metode untuk mengukur derajat keterkaitan antar
sepasang variabel acak adalah dengan menggunakan koefisien korelasi
( r ).


(2) Metode Historical Simulation
Metode historical simulation mengasumsikan bahwa imbal hasil atas aset di
masa depan akan memiliki distribusi yang sama dengan distribusi aktual
historis (data pasar historis) sehingga tidak menggunakan asumsi-asumsi
parametris seperti normalitas dan linearitas.
Perhitungan VaR dengan metode historical simulation menggunakan
perubahan harga pasar harian dengan periode observasi historis (periode
sampel) sekurang-kurangnya selama 1 tahun (250 hari kerja). Penetapan
laba/rugi harian dilakukan dengan cara memperhitungkan pengaruh
perubahan harga pasar historis harian terhadap eksposur. Selanjutnya
laba/rugi tersebut diurutkan mulai dari rugi terbesar sampai dengan laba
terbesar.
Pada ilustrasi berikut ini, nilai VaR dengan periode observasi 500 hari kerja
berdasarkan confidence level 99% berada pada urutan rugi terbesar kelima
(1% x 500 data = data ke 5) atau sebesar 27,558.


(3) Metode Monte Carlo Simulation
Metode Monte Carlo Simulation menggunakan angka acak untuk
menciptakan skenario harga acak (random scenario), misalnya dengan
menggunakan 10.000 skenario, yang digunakan untuk menilai portofolio
bankpada berbagai perubahan kondisi pasar. Skenario acak yang dihasilkan
diubah sehingga memiliki distribusi normal dengan menggunakan fungsi
inverse distribusi normal di mana pengembalian dari harga aset yang
didistribusikan secara normal dan bukan harga aset itu sendiri. Selanjutnya,
portofolio direvaluasi dengan menggunakan seluruh skenario harga
tersebut. Hasil revaluasi portofolio diurutkan mulai dari rugi terbesar
sampai dengan laba terbesar. VaR ditetapkan sesuai dengan urutan
tertentu (dikaitkan dengan jumlah skenario harga) berdasarkan confidence
level 99%. Ilustrasi perhitungan VaR dengan metode Monte Carlo disajikan
pada tabel berikut:

6) Stress Testing
Selain pengukuran risiko pasar dengan VaR model, pengukuran risiko pasar juga
harus dapat mengukur eksposur risiko pasar yang paling mungkin terjadi di masa
depan. Berdasarkan ketentuan KPMM risiko pasar dengan menggunakan metode
standar, bank wajib melakukan simulasi untuk menentukan bagaimana perilaku
portofolio yang dimiliki pada kondisi stress. Kerangka stress testing harus dimuat
dalam kebijakan manajemen risiko, dan manajemen wajib mengkaji ulang hasil
stress testing secara berkala. Pengawas bank menilai apakah asumsi dan parameter
yang digunakan relevan dan merefleksikan perubahan kondisi pasar, serta skenario
base casedan worst caseyang digunakan dapat diterima kewajarannya.
5. Pengukuran untuk Risiko Suku Bunga pada Banking Book ( Interest Rate Risk in
Banking Book/IRRBB)

Metode pengukuran IRRBB yang umum digunakan bank antara lain adalah:
a. Repricing Schedule/Gap Report
Pendekatan ini menggunakan gap report yang disusun berdasarkan repricing
schedules. Gap report menempatkan seluruh posisi aset, kewajiban, dan rekening
administratif yang sensitif terhadap perubahan suku bunga ke dalam skala waktu
tertentu berdasarkan sisa jangka waktu sampai dengan periode penyesuaian tingkat
bunga berikutnya (untuk eksposur bersuku bunga mengambang) atau sisa jangka
waktu sampai dengan jatuh tempo (untuk eksposur bersuku bunga tetap). Selanjutnya,
posisi aset, kewajiban, dan rekening administratif dalam skala waktu yang sama
dibandingkan dan selisih atau perbedaan yang timbul merupakan gap dalam skala
waktu tersebut. Terdapat 2 (dua) pendekatan repricing schedule yaitu:
1) Net Interest Income (NII) Gap
NII Gap merupakan pendekatan pengukuran eksposur IRRBB yang paling
sederhana yang terfokus pada perspektif rentabilitas (earnings perspective).
Adapun proses perhitungan NII Gap adalah:
a) Bank menyusun gap report untuk menghasilkan net gap pada setiap time
band yang telah ditetapkan;
b) Bank menetapkan skenario perubahan suku bunga pada setiap time band.
Setelah bank dapat memperoleh net gap dan menetapkan skenario perubahan
suku bunga untuk setiap time band, maka bank dapat memperoleh perubahan
NII akibat pergerakan suku bunga dengan menggunakan formula:

Perubahan NII = Gap x Perubahan Suku Bunga x Jangka Waktu dimana gap secara
periodik berpengaruh

Berdasarkan ilustrasi diatas maka dapat diukur penurunan NII bank akibat
kenaikan suku bunga sebesar 5% yaitu sebesar Rp 395 juta rupiah.
2) Duration Gap
Duration Gap merupakan pendekatan pengukuran eksposur IRRBB yang berfokus
pada perspektif sensitivitas perubahan nilai ekonomis dari aset dan kewajiban
terhadap perubahan suku bunga (economic value perspective). Duration Gap
Analysis menggunakan input dari gap report. Adapun proses perhitungan
eksposur IRRBB dengan menggunakan gap report adalah:
a) Bank menyusun gap report untuk menghasilkan net gap pada setiap skala
waktu yang telah ditetapkan;
b) Bank menetapkan skenario perubahan suku bunga pada setiap skala waktu;
c) Bank menghitung durasi untuk setiap skala waktu dengan menggunakan
metode durasi;
d) Setelah bank dapat memperoleh net gap, menetapkan skenario perubahan
suku bunga dan menghitung durasi untuk setiap skala waktu, maka bank
dapat memperoleh perubahan nilai ekonomis akibat pergerakan suku bunga
dengan menggunakan formula:

b. Simulation Approach
Pendekatan ini menggunakan simulasi arus kas berdasarkan berbagai asumsi yang
ditetapkan bank. Pendekatan ini lebih maju daripada pendekatan repricing schedule
karena hanya dapat dilakukan oleh bank yang telah memiliki sistem informasi
manajemen yang memadai sehingga dapat memproyeksikan arus kas bank di masa
depan. Teknik simulasi mencakup simulasi pergerakan suku bunga pada arus kas dan
dampaknya pada rentabilitas dan nilai ekonomis ekuitas bank.
Pada simulasi statis, arus kas didasarkan atas posisi saat ini dari neraca dan rekening
administratif, sedangkan pada simulasi dinamis, simulasi didasarkan pada asumsi
pergerakan arus kas pada masa yang datang dan dapat pula mencakup asumsi opsi
yang melekat (embedded option) maupun opsi yang eksplisit.
Pendekatan simulasi yang digunakan bank pada umumnya meliputi simulasi Net
Interest Income (NII) dan Economic Value of Equity (EVE):
1) Simulasi Net Interest Income (NII)
Pendekatan ini mengukur perubahan NII yang diakibatkan oleh perubahan suku
bunga, baik dalam skala kecil maupun besar (shock) dalam kurun waktu tertentu.
Dibandingkan pendekatan NII gap dan standardized duration yang didasarkan
pada posisi suku bunga pada satu titik waktu tertentu, pendekatan ini bersifat
lebih dinamis karena dibangun atas dasar simulasi dengan berbagai asumsi yang
bersifat dinamis dan mempengaruhi pergerakan instrumen suku bunga bank
termasuk pendapatan dan beban bunga. Semakin besar risiko suku bunga, maka
semakin besar pula perubahan NII pada skenario perubahan suku bunga
tertentu. Tabel berikut memperlihatkan ilustrasi berbagai skenario alternatif
perubahan suku bunga yang dapat digunakan untuk diperbandingkan dengan
skenario dasar (base scenario).


2) Economic Value of Equity (EVE) Simulation
Pendekatan ini merupakan salah satu teknik pengukuran IRRBB dengan
caramenganalisa dampak perubahan suku bunga terhadap nilai pasar (market
value) modal (ekuitas) bank. Nilai pasar modal bank merupakan selisih antara
nilai pasar aset dan kewajiban. Jika tidak tersedia nilai pasar, maka bank dapat
menggunakan model seperti discounted cash flow aset dan kewajiban dengan
menggunakan discount factor tertentu dan ditetapkan sebagai skenario dasar
(base scenario).

Akurasi pengukuran nilai pasar aset dan kewajiban sangat bergantung pada
perhitungan arus kas dan tingkat diskonto yang digunakan. Ketika memilih
tingkat diskonto yang digunakan, perlu dipastikan apakah relevan dengan risiko
dan durasi dari arus kas. Di samping itu, ketika mengukur arus kas, perlu juga
diperhatikan bahwa jumlah dan periode arus kas dapat berbeda pada berbagai
skenario yang disebabkan pola perilaku nasabah, khususnya terkait dengan
pertumbuhan dana pihak ketiga dan pembayaran/pelunasan dini sebelum jatuh
tempo. Pola perilaku nasabah dapat diprediksi dengan menggunakan suatu
model yang mengukur korelasi antara perubahan suku bunga dengan tingkat
pelunasan dini dan/atau pertumbuhan dana pihak ketiga. Setelah menetapkan
berbagai skenario alternatif yang akan digunakan, seluruh aset dan kewajiban
selanjutnya dinilai kembali menggunakan skenario suku bunga atau tingkat
diskonto yang telah ditetapkan untuk mengetahui dampaknya terhadap
perubahan nilai pasar dari modal.

6. Limit Risiko Pasar
Penetapan dan pemantauan limit risiko pasar merupakan salah satu alat pengendalian
khususnya untuk memastikan bahwa bank beraktivitas di dalam koridor risk appetite yang
telah ditetapkan oleh manajemen bank. Limit merupakan batas toleransi manajemen
terhadap risiko atas portofolio yang dimiliki dengan mempertimbangkan strategi bisnis dan
telah didukung dengan buffer modal untuk potensi kerugian yang mungkin terjadi. Limit
wajib disetujui oleh Dewan Komisaris dan atau Direksi dan dikaji ulang secara
berkaladengan frekuensi yang lebih sering apabila volatilitas faktor pasar meningkat. Limit
dialokasikan kepada unit bisnis dan traders (front office) di bank dan wajib dipahami oleh
seluruh personil terkait. Limit yang ditetapkan dapat berupa hard limit maupun soft limit
sebagai trigger/warning terhadap front office untuk mengambil tindakan antisipasi.
Limit wajib dipantau secara berkala oleh pihak independen dari unit bisnis dan traders
misalnya oleh middle office (risk unit). Pihak independen tersebut harus memastikan bahwa
pengecualian (exceptions) atas limit dapat dideteksi, dieskalasikan untuk memperoleh
persetujuan,dan ditindaklanjuti secara memadai oleh manajemen bank.
Sistem limit harus disesuaikan dengan metode pengukuran risiko yang digunakan bank.
Mekanisme penetapan dan pengalokasian limit dapat berbeda antara satu bank dengan
bank lainnya serta disesuaikan dengan kompleksitas transaksi maupun produk yang
diperdagangkan. Bank dapat mengalokasikan limit berdasarkan produk atau berdasarkan
jenjang kepegawaian misalnya kepala trader diberikan kewenangan untuk mengalokasikan
limit staf di bawahnya.
Jenis-jenis limit antara lain:

a. Notional Limit
1) Limit atas Posisi Net dan Gross
Limit risiko pasar dapat diterapkan atas posisi net, posisi gross, atau keduanya. Limit
pada posisi gross membatasi besarnya posisi short atau long suatu instrumen
tertentu. Limit atas posisi net dikenakan setelah memperhitungkan offsetting antara
posisi long dan posisi short. Sebagai contoh, bank dapat menggunakan limit Posisi
Devisa Neto (PDN) untuk mengendalikan risiko nilai tukar, yang merupakan limit
atas posisi net.
2) Maximum Allowable Loss (Stop-Loss)
Limit ini ditetapkan untuk membatasi akumulasi kerugian yang berlebihan pada
suatu posisi. Umumnya apabila limit ini tercapai, manajemen senior menindaklanjuti
dengan melakukan lindung nilai atau melikuidasi posisi tersebut. Limit ini lebih ketat
daripada limit posisi. Limit stop-loss biasanya mencakup kerugian kumulatif untuk
periode tertentu, misalnya satu hari, satu minggu, atau satu bulan.
3) Limit untuk Pasar yang Volatile atau Ilikuid
Bank dapat menerapkan limit untuk membatasi trading pada pasar yang volatile di
mana kerugian dapat terakumulasi dengan cepat, atau membatasi trading pada
pasar yang ilikuid, di mana bank dapat mengalami kerugian untuk menutup posisi
yang tidak dapat dioffset.
b. Limit Sensitivitas
1) Limit Net Delta Exposure
Limit ini dikenakan atas nilai tukar, suku bunga, ekuitas dan komoditas. Misalnya
net HKD risk, net Taiwan equity risk, net PV01 dalam suku bunga CAD.
2) Limit Opsi
Bank perlu menetapkan limit yang memadai terhadap posisi options untuk
mengendalikan risiko trading. Limit options meliputi limit atas perubahan harga aset
yang mendasari options (delta), tingkat perubahan pada harga instrumen yang
mendasari (gamma), perubahan volatilitas harga instrumen yang mendasari (vega),
perubahan waktu opsi sampai saat eksekusi ( theta), dan perubahan suku bunga
(rho).
c. Limit Maturity Gap
Limit ini memungkinkan bank untuk mengendalikan risiko yang disebabkan oleh
perubahan suku bunga yang tidak diinginkan pada periode tertentu. Limit dapat berupa
nilai absolut maturity gap pada setiap skala waktu. Umumnya bank menerapkan limit
maturity gap untuk mengendalikan risiko yang timbul dari pergeseran non paralel pada
yield curve dan forward curve.

d. Limit Value-at-Risk
Manajemen bank dapat menerapkan limit atas seberapa besar nilai suatu portofolio
dipengaruhi oleh perubahan underlying asset. Limit dapat ditetapkan sebagai kerugian
maksimum yang diakibatkan oleh skenario tertentu, misalnya perubahan suku bunga
sebesar 100 bps atau ditetapkan berdasarkan tingkat kepercayaan pada pengukuran
VaR, misalnya 99%.

e. Limit Stress Testing
Limit Stress Testing ditetapkan berdasarkan efek laba rugi yang terjadi akibat perubahan
faktor pasar ekstrim atas posisi ataupun portofolio yang dimiliki. Untuk bank yang aktif
secara internasional, limit stress testing dapat dibedakan dengan skenario bagi negara
berkembang dan negara maju mengingat perubahan kondisi dan faktor pasar berbeda
antara kedua pasar dimaksud. Limit stress testing tidak dimaksudkan untuk berdiri
sendiri namun sebagai pelengkap limit lainnya seperti limit sensitivitas dan VAR.

f. Limit Lainnya
Selain jenis-jenis limit risiko yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat limit lainnya
yang sering digunakan bank untuk mengendalikan risiko pasar :
1) Nilai Gross Posisi (long/short) atas portofolio tertentu;
2) Total Single Name Issuer Exposure;
3) Nominal Sovereign Bond Holdings by country;
4) Single Name Bond Concentration Limits;
5) Single name equity limit misalnya nilai posisi terhadap rata-rata volume trading;
6) Exchange Traded Future dan Options misalnya jumlah kontrak terhadap x% Open
Interest atau volume harian;
7) Long Term Derivatives untuk membatasi nilai long dated derivatives pada pasar
yang kurang likuid dan dimana variable harga tidak selalu tersedia setiap hari di
pasar.